Kwangmin
P.O.V
Selesai
sekolah aku pulang kerumah. Seperti biasanya aku pulang mengendarai motor yang
di hadiahkan padaku setahun lalu saat aku berulang tahun. Saat itu aku memang
sangat tergila – gila pada motor. Tapi entah kenapa sore ini aku merasa malas
untuk mengendarainya pulang. Aku lebih memilih untuk berjalan kaki menuju
rumah.
Saat dalam perjalanan pulang aku berhenti di
sebuah hutan dekat sekolahku. Tanpa sadar aku berjalan masuk kedalamnya. Saat
aku memasukinya, rasanya ada suatu memori yang berputar di pikiranku. Memori
tentang seorang anak perempuan dan dua teman laki – lakinya sedang bermain di
hutan yang kumasuki. Mereka bermain dengan senangnya sampai salah seorang anak
laki – laki itu terjatuh dan menangis dengan memegangi lututnya yang berdarah. Akhirnya
anak perempuan dan anak laki- laki yang lain memapahnya pulang kerumah.
Ah! Mengapa ingatan menyedihkan itu muncul
lagi!. Batinku dalam hati. Anak perempuan itu adalah Hwang Tae hee dan dua anak laki – laki itu
adalah aku Jo Kwangmin dan kembaranku Jo
Youngmin. Dulu kami adalah sahabat dekat. Sampai Tae Hee pergi meninggalkan
kami. Tae Hee menghilang pada acara perkemahan sekolah saat kami masih di
sekolah dasar.
Itu adalah saat terakhir aku dan youngmin melihatnya.
Sejak saat itu kami tak pernah melihatnya lagi. Aku dan youngmin yang terus
berusaha mencari keberadaannya pada akhirnya menyerah dan berusaha untuk
melupakannya. Menganggap bahwa kami tak pernah bertemu bahwa kami tak pernah
mempunyai teman bernama Tae Hee. Namun sampai saat ini pun aku masih belum bisa
melupakannya. Tepatnya sudah tujuh tahun semenjak kejadian itu terjadi. Jika
saja kau masih ada bersama kami saat ini. Akan jadi seperti apa dirimu
sekarang? Aku sangat penasaran.
Pagi ini aku berangkat ke sekolah naik bus. Karena kemarin aku
meninggalkan motorku di sekolah. Aku menunggu di halte bis yang berjarak 100
meter dari rumahku. Sebenarnya aku bisa saja menumpang mobil milik Youngmin
untuk berangkat ke sekolah. Tapi aku tidak akan sanggup berlama – lama bersama
dengannya di mobil miliknya.
Semenjak kepergian Tae Hee
hubungan kami memang agak renggang. Sejak hari dimana kami berjanji untuk
mengubur semua kenangan kami bersama Tae Hee. Youngmin berubah menjadi orang
lain. Ia tak seperti youngmin yang ku kenal. Ia
mulai belajar dengan giat. Baginya itu adalah satu – satunya cara
mengalihkan pikirannya dari hal – hal yang berkaitan dengan Tae Hee. Tapi aku
masih tidak mampu melupakannya. Apapun yang kulakukan selalu membuatku ingat
padanya. Itulah yang menyebabkan adanya jurang besar antara aku dan Youngmin.
Youngmin sekarang telah tumbuh dan maju dengan pesat. Ia selalu menjadi
pusat perhatian semua orang karena kepandaiannya. Sedangkan aku seperti
bayangan yang selalu mengikutinya. Bayangan yang tak dapat lepas dari masa lalu
kelam kami berdua. Hanya bisa menatap saudaranya yang terus melangkah maju.
Cukup lama aku melamun sampai bis yang kutumpangi datang. Aku langsung
masuk dan duduk di kursi yang kosong. Saat bis yang kutumpangi sudah mulai
berjalan. Ada seseorang yang memukul jendela di tempat aku duduk. Sepertinya ia
memintaku untuk menghentikan bisnya. Lalu akupun meminta sopir bis untuk
menghentikan bisnya. “pak! Tolong hentikan bisnya,,,” lalu sopir bis itupun
menghentikan bis yang dikemudikannya dan membuka pintu bis agar gadis itu bisa
masuk. Setelah masuk gadis itu pun memperhatikan seisi bis dan memilih dimana
ia akan duduk. Saat aku mencoba melihat wajah gadis itu, tanpa sengaja mata
kami berdua saling bertemu. Aku memperhatikan mata itu lekat – lekat. Mata yang
sudah tak asing lagi bagiku. Mata yang selama tujuh tahun ini tak pernah
kulihat. Mata seorang gadis berumur sepuluh tahun yang menghilang di hutan.
Setelah cukup lama aku menatap mata itu. Ku palingkan wajahku menghadap ke
jendela. Berusaha mengalihkan pikiranku tentang sosok gadis kecil itu. Tiba –
tiba seseorang menepuk bahuku dan berkata “ maaf, apa boleh aku duduk di sini?”
“ehm,,, silahkan” jawabku mempersilahkannya duduk. Ternyata orang yang duduk di
sebelahku adalah gadis yang tadi mengetuk jendela bis. Kuperhatikan dia diam –
diam. Kulihat dia memakai seragam sekolah yang sama dengan yang kukenakan. Apakah
dia satu sekolah denganku? Tapi kenapa aku tak pernah melihatnya?. Kata –
kata itu terus terngiang di pikiranku. Tiba – tiba gadis itu menoleh ke arahku,
dan memergokiku sedang memperhatikannya. “ maaf, apa ada yang salah? Sepertinya
sejak tadi kau terus memperhatikan aku?” ucapnya. “ ah... tidak... tidak apa –
apa, aku minta maaf jika itu membuatmu terganggu.” Jawabku. “ sejujurnya, aku
memang merasa terganggu, aku tidak tebiasa di tatap oleh laki – laki setampan
dirimu” ucap gadis itu sembari menutupi pipinya yang memerah. Karena sudah
terlanjur ketahuan. Akupun memberanikan diri untuk bertanya “ maaf, bolehkah
aku tahu siapa namamu?” ucapku. “perkenalkan, namaku Tiffany Hwang, salam
kenal” jawab gadis itu sambil
memperlihatkan senyum manisnya. “ Jo Kwangmin, salam kenal.” Jawabku. “
apa kau baru di sini?” tanyaku kembali. “ iya, aku baru saja pindah kemarin”
jawabnya. “di mana sekolahmu yang baru?” “ di SMA Seoul” “ berarti kita satu
sekolah, aku juga bersekolah di sana.” “benarkah? Huft... syukurlah ada kau,
sebenarnya aku takut sekali masuk ke sekolah itu, aku takut kalau orang – orang
disini tidak mau menerimaku dengan baik, tapi setelah aku bertemu denganmu
sekarang perasaanku jadi lega, setidaknya jika tak ada yang mau berteman
denganku, ada kau di sampingku.” Katanya. Saat mendengar ucapannya itu entah
kenapa rasanya ada yang aneh dalam diriku. Aku merasakan darahku yang mengalir
sangat deras, tubuhku serasa tak dapat berhenti bergetar. Ada perasaan aneh
dalam hatiku. Entah perasaan yang bagaimana akupun tak mengerti. Namun entah
kenapa aku merasa nyaman. Nyaman berada di dekatnya. Didekat gadis yang baru
kukenal ini. Ini sungguh aneh, sejak dulu aku tak pernah bisa nyaman berdekatan
dengan seorang gadis. Bahkan dengan adik perempuanku sendiri. Tapi kenapa tidak
dengan gadis ini. Kenapa harus gadis yang baru kukenal kurang dari satu jam
yang lalu ini?.
Saat aku tengah memikirkannya,
tiba – tiba bis yang kami tumpangi berhenti mendadak. Dengan refleks ku
letakkan tanganku di kepalanya dan menariknya ke arahku untuk melindunginya.
Setelah bis berhenti aku memastikan keadaannya. “ kau tidak apa – apa?”
tanyaku. “ ah... iya... aku tidak apa – apa.” Jawabnya. Sepertinya dia masih
terkejut dengan apa yang baru saja kami alami. “ syukurlah, apa ada yang
terluka?” tanyaku lagi. Dia menggelengkan kepalanya. Saat aku hendak melepaskan
tanganku, tangannya masih menggenggam erat jas yang kupakai. Kulihat matanya
yang masih terkejut. Diapun melihatku yang sedang menatapnya. Untuk beberapa
saat kami saling menatap satu sama lain.
Kemudian sopir bis berteriak pada para penumpang.” Apa semuanya baik –
baik saja?”. Ucapan pak sopir membuatku terkejut dan melepaskan genggamanku
dari Tiffany. Setelah peristiwa tadi kami berdua terdiam cukup lama. Setelah
kami berdua sampai di sekolah kami turun dari bis tanpa saling berbicara
sedikitpun. Sampai Tiffany berbicara. “ baiklah! Kurasa kita harus berpisah
sampai disini. Aku harus pergi ke kantor kepala sekolah untuk menyelesaikan
surat pindahku. Sampai ketemu di kelas!.” Akupun membalas salamnya sambil
melambaikan tangan. “ ya, sampai jumpa.” Lalu akupun berpisah dengannya.
Aku pergi ke kelas sedangkan
Tiffany pergi ke ruang kepala sekolah. Sesampainya di kelas aku bertemu dengan
Youngmin. Ia sedang berbicara dengan teman – temannya di bangkunya. Mata kami
saling bertemu untuk sesaat. Namun ia langsung memalingkan wajahnya dan melanjutkan
pembicaraannya dengan temannya. Akupun langsung menuju ke tempat dudukku tanpa
berbicara padanya. Sikap yang seperti itu sudah biasa ku dapatkan saat aku
bertemu dengannya di sekolah.
Meskipun kami satu kelas, dan meskipun kami
duduk bersebelahan kami jarang sekali berbicara. Dia hanya mau berbicara padaku
jika diperlukan saja. Akupun tak mau membuat masalah dengan mendekatinya.
Mungkin baginya sekarang, aku hanya bayangannya. Seseorang yang tak berguna
yang terus saja mengikutinya kemanapun.
Meski sudah tahu
tentang itu. Tetap saja aku tak bisa.
Aku tak bisa
menghilang darinya. Bagiku sekarang, hanya dia satu – satunya teman yang aku
punya. Aku tak mau merasakannya lagi. Aku telah merasakanyya sekali, dan aku
tak mau merasakannya lagi.