Sabtu, 10 November 2012

between the twins



Prolog
            Kwangmin P.O.V
Selesai sekolah aku pulang kerumah. Seperti biasanya aku pulang mengendarai motor yang di hadiahkan padaku setahun lalu saat aku berulang tahun. Saat itu aku memang sangat tergila – gila pada motor. Tapi entah kenapa sore ini aku merasa malas untuk mengendarainya pulang. Aku lebih memilih untuk berjalan kaki menuju rumah.
 Saat dalam perjalanan pulang aku berhenti di sebuah hutan dekat sekolahku. Tanpa sadar aku berjalan masuk kedalamnya. Saat aku memasukinya, rasanya ada suatu memori yang berputar di pikiranku. Memori tentang seorang anak perempuan dan dua teman laki – lakinya sedang bermain di hutan yang kumasuki. Mereka bermain dengan senangnya sampai salah seorang anak laki – laki itu terjatuh dan menangis dengan memegangi lututnya yang berdarah. Akhirnya anak perempuan dan anak laki- laki yang lain memapahnya pulang kerumah.
Ah! Mengapa ingatan menyedihkan itu muncul lagi!. Batinku dalam hati. Anak perempuan itu adalah  Hwang Tae hee dan dua anak laki – laki itu adalah aku Jo Kwangmin  dan kembaranku Jo Youngmin. Dulu kami adalah sahabat dekat. Sampai Tae Hee pergi meninggalkan kami. Tae Hee menghilang pada acara perkemahan sekolah saat kami masih di sekolah dasar.
 Itu adalah saat terakhir aku dan youngmin melihatnya. Sejak saat itu kami tak pernah melihatnya lagi. Aku dan youngmin yang terus berusaha mencari keberadaannya pada akhirnya menyerah dan berusaha untuk melupakannya. Menganggap bahwa kami tak pernah bertemu bahwa kami tak pernah mempunyai teman bernama Tae Hee. Namun sampai saat ini pun aku masih belum bisa melupakannya. Tepatnya sudah tujuh tahun semenjak kejadian itu terjadi. Jika saja kau masih ada bersama kami saat ini. Akan jadi seperti apa dirimu sekarang? Aku sangat penasaran.


 Tiffany Hwang?




Kwangmin P.O.V
Pagi ini aku berangkat ke sekolah naik bus. Karena kemarin aku meninggalkan motorku di sekolah. Aku menunggu di halte bis yang berjarak 100 meter dari rumahku. Sebenarnya aku bisa saja menumpang mobil milik Youngmin untuk berangkat ke sekolah. Tapi aku tidak akan sanggup berlama – lama bersama dengannya di mobil miliknya.
 Semenjak kepergian Tae Hee hubungan kami memang agak renggang. Sejak hari dimana kami berjanji untuk mengubur semua kenangan kami bersama Tae Hee. Youngmin berubah menjadi orang lain. Ia tak seperti youngmin yang ku kenal. Ia  mulai belajar dengan giat. Baginya itu adalah satu – satunya cara mengalihkan pikirannya dari hal – hal yang berkaitan dengan Tae Hee. Tapi aku masih tidak mampu melupakannya. Apapun yang kulakukan selalu membuatku ingat padanya. Itulah yang menyebabkan adanya jurang besar antara aku dan Youngmin.
Youngmin sekarang telah tumbuh dan maju dengan pesat. Ia selalu menjadi pusat perhatian semua orang karena kepandaiannya. Sedangkan aku seperti bayangan yang selalu mengikutinya. Bayangan yang tak dapat lepas dari masa lalu kelam kami berdua. Hanya bisa menatap saudaranya yang terus melangkah maju.
Cukup lama aku melamun sampai bis yang kutumpangi datang. Aku langsung masuk dan duduk di kursi yang kosong. Saat bis yang kutumpangi sudah mulai berjalan. Ada seseorang yang memukul jendela di tempat aku duduk. Sepertinya ia memintaku untuk menghentikan bisnya. Lalu akupun meminta sopir bis untuk menghentikan bisnya. “pak! Tolong hentikan bisnya,,,” lalu sopir bis itupun menghentikan bis yang dikemudikannya dan membuka pintu bis agar gadis itu bisa masuk. Setelah masuk gadis itu pun memperhatikan seisi bis dan memilih dimana ia akan duduk. Saat aku mencoba melihat wajah gadis itu, tanpa sengaja mata kami berdua saling bertemu. Aku memperhatikan mata itu lekat – lekat. Mata yang sudah tak asing lagi bagiku. Mata yang selama tujuh tahun ini tak pernah kulihat. Mata seorang gadis berumur sepuluh tahun yang menghilang di hutan. Setelah cukup lama aku menatap mata itu. Ku palingkan wajahku menghadap ke jendela. Berusaha mengalihkan pikiranku tentang sosok gadis kecil itu. Tiba – tiba seseorang menepuk bahuku dan berkata “ maaf, apa boleh aku duduk di sini?” “ehm,,, silahkan” jawabku mempersilahkannya duduk. Ternyata orang yang duduk di sebelahku adalah gadis yang tadi mengetuk jendela bis. Kuperhatikan dia diam – diam. Kulihat dia memakai seragam sekolah yang sama dengan yang kukenakan. Apakah dia satu sekolah denganku? Tapi kenapa aku tak pernah melihatnya?. Kata – kata itu terus terngiang di pikiranku. Tiba – tiba gadis itu menoleh ke arahku, dan memergokiku sedang memperhatikannya. “ maaf, apa ada yang salah? Sepertinya sejak tadi kau terus memperhatikan aku?” ucapnya. “ ah... tidak... tidak apa – apa, aku minta maaf jika itu membuatmu terganggu.” Jawabku. “ sejujurnya, aku memang merasa terganggu, aku tidak tebiasa di tatap oleh laki – laki setampan dirimu” ucap gadis itu sembari menutupi pipinya yang memerah. Karena sudah terlanjur ketahuan. Akupun memberanikan diri untuk bertanya “ maaf, bolehkah aku tahu siapa namamu?” ucapku. “perkenalkan, namaku Tiffany Hwang, salam kenal” jawab gadis itu sambil
memperlihatkan senyum manisnya. “ Jo Kwangmin, salam kenal.” Jawabku. “ apa kau baru di sini?” tanyaku kembali. “ iya, aku baru saja pindah kemarin” jawabnya. “di mana sekolahmu yang baru?” “ di SMA Seoul” “ berarti kita satu sekolah, aku juga bersekolah di sana.” “benarkah? Huft... syukurlah ada kau, sebenarnya aku takut sekali masuk ke sekolah itu, aku takut kalau orang – orang disini tidak mau menerimaku dengan baik, tapi setelah aku bertemu denganmu sekarang perasaanku jadi lega, setidaknya jika tak ada yang mau berteman denganku, ada kau di sampingku.” Katanya. Saat mendengar ucapannya itu entah kenapa rasanya ada yang aneh dalam diriku. Aku merasakan darahku yang mengalir sangat deras, tubuhku serasa tak dapat berhenti bergetar. Ada perasaan aneh dalam hatiku. Entah perasaan yang bagaimana akupun tak mengerti. Namun entah kenapa aku merasa nyaman. Nyaman berada di dekatnya. Didekat gadis yang baru kukenal ini. Ini sungguh aneh, sejak dulu aku tak pernah bisa nyaman berdekatan dengan seorang gadis. Bahkan dengan adik perempuanku sendiri. Tapi kenapa tidak dengan gadis ini. Kenapa harus gadis yang baru kukenal kurang dari satu jam yang lalu ini?.
 Saat aku tengah memikirkannya, tiba – tiba bis yang kami tumpangi berhenti mendadak. Dengan refleks ku letakkan tanganku di kepalanya dan menariknya ke arahku untuk melindunginya. Setelah bis berhenti aku memastikan keadaannya. “ kau tidak apa – apa?” tanyaku. “ ah... iya... aku tidak apa – apa.” Jawabnya. Sepertinya dia masih terkejut dengan apa yang baru saja kami alami. “ syukurlah, apa ada yang terluka?” tanyaku lagi. Dia menggelengkan kepalanya. Saat aku hendak melepaskan tanganku, tangannya masih menggenggam erat jas yang kupakai. Kulihat matanya yang masih terkejut. Diapun melihatku yang sedang menatapnya. Untuk beberapa saat kami saling menatap satu sama lain.
Kemudian sopir bis berteriak pada para penumpang.” Apa semuanya baik – baik saja?”. Ucapan pak sopir membuatku terkejut dan melepaskan genggamanku dari Tiffany. Setelah peristiwa tadi kami berdua terdiam cukup lama. Setelah kami berdua sampai di sekolah kami turun dari bis tanpa saling berbicara sedikitpun. Sampai Tiffany berbicara. “ baiklah! Kurasa kita harus berpisah sampai disini. Aku harus pergi ke kantor kepala sekolah untuk menyelesaikan surat pindahku. Sampai ketemu di kelas!.” Akupun membalas salamnya sambil melambaikan tangan. “ ya, sampai jumpa.” Lalu akupun berpisah dengannya.
 Aku pergi ke kelas sedangkan Tiffany pergi ke ruang kepala sekolah. Sesampainya di kelas aku bertemu dengan Youngmin. Ia sedang berbicara dengan teman – temannya di bangkunya. Mata kami saling bertemu untuk sesaat. Namun ia langsung memalingkan wajahnya dan melanjutkan pembicaraannya dengan temannya. Akupun langsung menuju ke tempat dudukku tanpa berbicara padanya. Sikap yang seperti itu sudah biasa ku dapatkan saat aku bertemu dengannya di sekolah.
Meskipun kami satu kelas, dan meskipun kami duduk bersebelahan kami jarang sekali berbicara. Dia hanya mau berbicara padaku jika diperlukan saja. Akupun tak mau membuat masalah dengan mendekatinya. Mungkin baginya sekarang, aku hanya bayangannya. Seseorang yang tak berguna yang terus saja mengikutinya kemanapun.
Meski sudah tahu tentang itu. Tetap saja aku tak bisa.
Aku tak bisa menghilang darinya. Bagiku sekarang, hanya dia satu – satunya teman yang aku punya. Aku tak mau merasakannya lagi. Aku telah merasakanyya sekali, dan aku tak mau merasakannya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar