Fajar telah terbit diiringi
oleh suara ayam berkokok menandakan dimulainya hari. Di rumah yang terletak di
suatu kompleks perumahan, bangunlah seorang perempuan. Perempuan cantik bermata
sendu dan berambut hitam panjang dengan senyuman di wajahnya. Wajahnya yang
masih terlihat lusuh karena baru saja terbangun tak mengurangi kecantikan yang
terpancar dari wajah innocent-nya itu.
Sejenak ia meregangkan tubuhnya
ia pun bangkit dan menuju sebuah lemari yang tepat berada di depan tempat
tidurnya. Ia membuka satu pintu lemari itu dan mengambil sebuah kotak besar
berwarna putih. Tutupnya di hiasi oleh pita berbentuk seperti bunga. Ia pun
membuka kotak itu secara perlahan dan diambilnya sebuah gaun berwarna putih
sederhana dihiasi rangkaian bunga pada bagian bawahnya menjadikan gaun tersebut
begitu indah.
dicobanya gaun tersebut di
depan cermin. Namun yang terlihat di kaca bukanlah dirinya, akan tetapi sesosok
wanita yang serupa dengannya. Wanita itu terlihat begitu cantik mengenakan gaun
yang sedang di kenakannya. Bagaikan seorang putri yang sangat cantik. Namun lambat laun gambaran wanita itu menjadi
kabur dan akhirnya menghilang. “ Marsha!!! “
Teriak Mikha saat ia terbangun
dari tidurnya. Mukanya terlihat pucat dengan keringat dingin yang keluar dari
sekujur tubuhnya. Tenyata hal yang dialaminya barusan hanyalah mimpi. Ia pun
menuju lemari yang berada tepat di depan tempat tidurnya. Ia ambil sebuah kotak
besar berwarna putih dengan pita yang berbentuk seperti bunga, tepat seperti
apa yang ia lakukan dalam mimpinya. Ia pun mengambil gaun yang berada di
dalamnya dan ia coba di depan cermin. Tiba - tiba butiran – butiran kristal
cair meleleh dari ujung mata cantiknya. Hatinya kini terasa ngilu setelah ia mengalami
mimpi barusan. Ia teringat kepada saudara kembarnya Marsha. Selama ini ia tak
pernah berani menatap cermin. Ia tak mampu menatap wajahnya sendiri. Wajah yang
terus mengingatkannya pada saudara kembarnya.
Seketika itu pikirannya
melayang membawanya kembali ke masa lalunya. Masa – masa indah yang ia kira
takkan pernah berakhir. Mikha adalah anak yang dibesarkan tanpa kasih sayang
orang tuanya. Ia dan saudara kembarnya, Marsha, dibesarkan oleh neneknya yang
bernama Melati. Mereka hanya tinggal berlima dengan seorang pembantu bernama
Minah dan tukang kebun yang merangkap sebagai satpam bernama Made. Meskipun
hanya tinggal belima namun hidup mereka sangat bahagia. Tak pernah sekalipun
Marsha dan Mikha menanyakan keberadaan orang tua mereka pada neneknya. Karena bagi
mereka Nenek Melati sudah seperti seorang ibu yang sangat menyayangi mereka.
Hari itu adalah satu hari
sebelum hari kelulusan mereka dari Sekolah Menengah Pertama atau SMP. Hari itu
Marsha, Mikha, dan Nenek Melati berkumpul di ruang tengah sambil menonton
televisi seperti biasanya. Mikha mengawali pembicaraan “ Nek, besok kan acara
kelulusan Mikha dan Marsha, nenek mau tidak datang ke sekolah sebagai wali
Mikha dan Marsha besok?.” Nenek Melati tidak langsung menjawab pertanyaan dari
cucunya. Suasana tiba – tiba berubah menjadi hening. Marsha yang sedari tadi
menatap layar televisi sambil memakan makanan kecil hanya melirik sedikit
kepada Mikha. “ehm!” Suara Nenek Melati memecahkan keheningan yang sedari tadi
dirasakan oleh kedua cucunya itu. “ tentu saja nenek akan datang ke acara
kelulusan cucu nenek, mana mungkin nenek melewatkan acara yang teramat penting
bagi kedua cucu nenek” jawab Nenek Melati sambil tersenyum.
Seketika Marsha dan Mikha melompat
dan ber – high five. mereka bersama – sama memeluk Nenek Melati. “
makasih Nek!” ucap mereka bersama – sama. Nenek melati menyuruh mereka untuk
segera tidur agar besok mereka bisa bangun pagi untuk menghadiri acara
bersejarah bagi mereka. Mikha dan Marsha tidur dalam satu kamar dengan sebuah
tirai besar di tengah – tengahnya yang membagi kamar mereka menjadi dua sisi.
Dinding sisi kanan kamar itu menyerupai padang
rumput. Dengan stiker berbentuk bunga dan kupu – kupu menjadikan sisi kanan
kamar itu bak padang rumput sungguhan. Pada langit – langitnya tergantung
sebuah lampion berwarna kuning yang bersinar bagaikan sinar matahari pada malam
harinya. Ditengah – tengahnya terdapat sebuah tempat tidur yang di apit oleh
lemari pakaian dan sebuah laci berwarna putih. Di tengah tempat tidur itu
terdapat sebuah boneka beruang berwarna pink yang bertuliskan Mikha.
Dinding kiri kamar itu berwarna
biru langit dengan beraneka macam hiasan khas langit. pada langit – langitnya
terdapat gambar bintang yang dapat bersinar saat gelap layaknya bintang di
langit. Di tempat tidurnya terdapat sebuah boneka berbentuk awan besar yang
bertuliskan Marsha di tengahnya.
Setelah merebahkan diri di
tempat tidur masing – masing. Mikha dan Marsha bersiap untuk tidur. Namun
sampai jam menunjukkan pukul 22.15 Mikha masih belum juga memejamkan matanya.
Pikirannya masih penuh dengan segala macam pertanyaan yang belum ia temukan
jawabannya. Lalu ia pun pergi ke tempat tidur Marsha siapa tahu ia dapat
memberikan jawaban yang ia butuhkan. Saat ia sampai di tempat tidur Marsha,
dilihatnya orang yang ia cari tengah tertidur dengan lelapnya. “ Sha... bangun
dong! Gue nggak bisa tidur nih!” ucap Mikha sambil menggoyang – goyangkan tubuh
Marsha. Namun Marsha sama sekali tak bergerak dari tempat tidurnya.“Sha... ayo
dong Sha, bangun... gue mau cerita nih...” panggil Mikha pada Marsha. ‘Mungkin
ia kelelahan setelah seharian tadi membantu menghias dekorasi panggung untuk
kelulusan besok’ batin Mikha. Ia pun membatalkan usahanya untuk membangunkan
Marsha.
Saat ia hendak kembali ke
tempat tidurnya, ia menyenggol tumpukan buku di atas laci dan membuat buku yang
tertata rapi diatasnya berserakan. Saat Mikha hendak membereskannya ia
menemukan selembar foto yang sudah usang. Foto itu berisi sepasang suami istri
yang tengah menggendong dua bayi kembar. Mereka berfoto tepat di depan rumah
yang sekarang ditinggali oleh Mikha dan Marsha. “ emh... ka! Lo ngapain di
tempat tidur gue?” tanya Marsha yang masih setengah mengantuk. Rupanya ia
terbangun oleh suara buku yang terjatuh dari laci mejanya.
“eh... nggak ngapa – ngapain
kok” jawab Mikha yang terkejut oleh Marsha. “ gue Cuma nggak bisa tidur,
makannya tadi gue coba bangunin elo. Eh, elonya nggak bisa bangun. Ya udah gue
mau balik. Pas gue balik buku – buku lo jatuh. gue nemuin ini. ini foto siapa
Sha?” tanya Mikha sambil menunjukkan foto yang ia temukan di antara buku – buku
Marsha.
Saat Marsha melihat foto itu
ia langsung mengambilnya dari tangan Mikha. “ eh, foto ini... ini bukan apa –
apa kok ka, Cuma foto lama yang gue temuin di gudang belakang.” Jawab Marsha
dengan gugup. “ tapi Sha, di foto ini
kok ada anak kembarnya ya Sha... apa jangan – jangan ini foto kita sama orang
tua kita Sha?” tanya Mikha pada Marsha. “nggak! Itu nggak mungkin ka... lo denger
sendiri kan dulu nenek bilang apa? Nggak mungkin mereka orang tua kita.” Ucap
Marsha dengan nada lebih tinggi. “ tapi Sha... kalo mereka bukan orang tua kita
terus mereka siapa? Lihat Sha... mereka menggendong dua orang bayi kembar, dan
mereka perempuan. Mereka itu pasti kita Sha...” jawab Mikha dengan nada yang
tidak kalah tingginya. “ dari mana lo tau kalo itu orang tua kita? Dari mana lo
tau kalo bayi yang mereka gendong itu kita? Lo tau dari mana ka?” tanya Marsha
lagi. “ gue emang nggak tau tapi siapa lagi yang kembar dirumah ini selain kita
Sha? Nggak ada kan? Jadi siapa lagi yang ada di foto itu kalo bukan kita?”
tanya Mikha.
“ udah, gue nggak mau ribut malem – malem gini. Besok kita ada
acara penting. Gue mau tidur. Lo juga ka... lebih baik lo cepet tidur.” Jawab
Marsha. Sebenarnya ia ingin meyakinkan Mikha kalau foto itu bukanlah foto kedua
orang tua mereka. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Mikha hampir
meneteskan air mata karena ucapannya tadi. Ia paling tidak bisa melihat
kembarannya itu menangis, tapi ia juga tidak bisa membiarkan Mikha tau yang
sebenarnya tentang foto itu.
“ gue Cuma kangen sama ibu dan
ayah Sha...apa lo nggak kangen sama mereka?” ucap Mikha dengan air mata yang
mengalir di pipinya. “ gimana gue bisa kangen sama mereka? Liat wajah mereka
aja nggak pernah.” Jawab Marsha. “ tapi Sha... apa lo nggak pengen ketemu sama
mereka?” tanya Mikha kembali. “ nggak! Gue nggak bakal mau ketemu sama orang
yang udah ngebuang kita waktu kita masih bayi. Mereka itu tega sama kita.
Untung dulu ada Nenek Melati yang mau ngambil kita. Kalo nggak kita pasti udah
tinggal di panti asuhan.” Jawab Marsha dengan ketus.
“ gue pengen banget ketemu
sama mereka Sha... gue pengen tau alasan mereka ngebuang kita waktu kecil. Dan
kenapa mereka nggak pernah nyari kita selama ini.” Kata Mikha lagi. Air matanya
semakin deras membasahi pipinya. Namun baginya masih banyak pertanyaan yang
belum terjawab. Di sisi lain air mata Marsha pun hampir pecah dengan pertanyaan
yang terlontar dari Mikha. Namun ia tidak dapat menghentikan Mikha untuk terus
bertanya padanya tentang orang tua mereka. Ia juga tidak dapat menunjukkan air
matanya pada Mikha.
“ udah... sementara lupain
soal mereka dulu. Besok kita ada acara penting. Nenek kan udah bilang kita
harus cepet tidur biar besok kita bisa bangun pagi.” kata Marsha. Lalu mereka
pun pergi tidur. Keesokan harinya Mikha dan Marsha pergi kesekolah pagi – pagi
untuk menghadiri acara kelulusan mereka. Sebelum berangkat kesekolah mereka
merias terlebih dahulu wajah mereka. Karena ini merupakan acara kelulusan
mereka, diharuskan mengenakan kebaya dan merias wajah mereka agar terlihat
lebih cantik. Alhasil, Marsha yang tidak biasa memakai riasan harus merelakan
wajahnya untuk dijadikan percobaan bagi Bi Minah untuk mencoba kembali
kemampuannya untuk merias. Maklum saja, dulu di kampungnya Bi Minah adalah
seorang perias pengantin yang sangat handal.
Kemampuannya dalam merias
telah terkenal sampai keluar kampugnya. Marsha harus pasrah mengikuti segala perintah
dari Bi Minah agar wajahnya dapat dirias dengan baik. Disebelahnya Mikha dan
Nenek Melati hanya tertawa kecil melihat Marsha harus mengalami penderitaan
paling pedih dalam hidupnya yakni dirias wajahnya oleh Bi Minah. Ternyata
hasilnya tidak mengecewakan. Setelah dirias oleh Bi Minah Marsha terlihat
begitu cantik seperti seorang mempelai wanita yang akan segera menikah.
Berikutnya giliran Mikha yang
dirias oleh Bi Minah. Tidak perlu waktu lama bagi Bi Minah untuk merias Mikha.
Karena memang pada dasarnya wajah Mikha sudah cantik. Jadi walaupun tidak
memakai riasan pun ia sudah terlihat begitu cantik. Apalagi jika wajah
cantiknya itu dirias, maka wajahnya akan terlihat semakin cantik. Setelah
selesai Marsha dan Mikha pun berangkat kesekolah dengan diantar oleh pak Made.
Baru saja mereka tiba di
sekolah Marsha mendapatkan telepon dari Bi Minah kalau Nenek terkena serangan
jantung dan dirawat di rumah sakit. Segera mereka berdua menuju rumah sakit
tempat Nenek melati dirawat. Sesampainya mereka disana Bi Minah bersama pak
Made yang sudah lebih dulu sampai di rumah sakit. Mereka masih menunggu
pemeriksaan dari dokter mengenai kondisi Nenek Melati.
Setelah menunggu cukup lama,
dokter akhirnya keluar dari ruangan Nenek Melati. “bagaimana keadaan nenek
dok?” tanya Marsha pada dokter tersebut.
“penyakit yang beliau derita sudah sangat parah, jadi maaf... beliau tidak
dapat kami selamatkan” jawab dokter yang menangani Nenek Melati. Air mata
Marsha dan Mikha Seketika itu pula pecah, mereka benar – benar terpukul ketika
mendengar bahwa Nenek Melati telah meninggal dunia. Tiba – tiba saja Mikha jatuh
pingsan. Nampaknya ia sangat terpukul dengan kepergian Nenek Melati yang begitu
mendadak.
Seharusnya hari ini menjadi
hari paling membahagiakan bagi keluarga mereka. Karena hari ini Marsha dan
Mikha akan lulus dari SMP dan akan melanjutkan ke SMA. Justru menjadi hari
penuh duka. Karena Nenek yang sangat mereka sayangi harus pergi meninggalkan
mereka. Ditambah lagi Mikha yang ternyata menderita penyakit yang sama dengan
yang diderita Nenek mereka, yakni kelainan jantung bawaan sejak lahir. Dokter
menyarankan agar untuk sementara Mikha di rawat di rumah sakit dahulu sampai
keadaannya membaik.
Hari itu juga dilaksanakan
proses pemakaman jenazah Nenek Melati. Belum juga kesedihan Marsha reda atas
duka yang ia rasakan kini ia harus kembali menelan kesedihan karena Bi Minah
dan Pak Made harus kembali ke kampung halamannya untuk mencari pekerjaan yang
lain. Kini hanya tinggal dirinya dan Mikha sendirian yang menempati dan
mengurus rumah peninggalan almarhum suami Nenek Melati yang kini mereka
tinggali. Apalagi ditambah dengan Mikha yang kini tengah terbaring di rumah
sakit. Kini hanya tinggal Marsha seorang diri. Kini ialah yang harus
menggantikan sosok Nenek Melati sebagai tulang punggung keluarga.
Pagi – pagi buta Marsha telah
bangun untuk membersihkan rumahnya. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, menyiram tanaman, memotong
rumput dan lain – lain. ia pergi ke dapur untuk memasak sarapan untuk dirinya.
Setelah selsai sarapan ia segera bergegas pergi untuk mulai mencari pekerjaan. Selama
seharian mencari, belum juga mendapat pekerjaan. Akhirnya ia memutuskan pergi
ke rumah sakit untuk menengok keadaan Mikha.
Saat ia sampai di rumah sakit
dilihatnya Mikha tengah tertidur lelap di ruangannya. Tubuhnya terlihat begitu
lemah dengan selang infus menempel di lengan kirinya. Pada matanya masih terlihat sisa – sisa air mata yang mengering bekas kemarin. Marsha
pun duduk di sebelah tempat tidur Mikha. Hatinya sakit melihat keadaan Mikha yang
tengah terbaring lemah seperti itu. Dibalik selimut Mikha, Marsha menemukan
foto yang kemarin ia temukan di gudang. ‘ kenapa ini bisa disini?’ batin
Marsha. Ia pun teringat akan pertengkarannya dengan Mikha kemarin malam.
Mikha benar – benar merindukan
orang tua mereka. Apalagi dengan kepergian Nenek Melati, sekarang mereka telah
kehilangan sosok orang tua yang sangat mereka sayangi. Ditambah lagi dengan
kepergian Bi Minah dan Pak made.
Marsha pun mengambil foto itu
dan langsung pergi meninggal Mikha sendirian di ruangannya. Ia berniat untuk
mencari keberadaan suami istri di foto itu. Sekarang ini rasa sayangnya pada
Mikha telah mengalahkan rasa bencinya pada orang tua yang telah menyia –
nyiakan dirinya dan saudara kembarnya itu.
Ia pun pergi untuk mencari
alamat yang tertera pada foto lama tersebut. Teriknya matahari dan keringnya
udara yang ia hirup tak mengurangi semangatnya untuk mencari kedua orang
tuanya. Semua ini ia lakukan demi Mikha. Selama seharian ia mencari keberadaan
alamat yang terdapat dalam foto itu. Namun selama itu pula ia tak menemukan
sedikitpun petunjuk tentang keberadaan mereka.
Setelah seharian lelah
mencari, ia pun kembali ke rumah sakit untuk menengok keadaan Mikha.
Sesampainya ia di ruangan tempat Mikha dirawat, ia menemukan ruangan itu telah
tertata rapi dan ia juga tak menemukan keberadaan saudara kembarnya itu. Saat
ia hendak keluar dari dari ruangan itu ia berpapasan dengan seorang wanita
paruh baya. “ Marsha...” lirih perempuan itu.
Seketika itu Marsha
menghentikan langkahnya dan berbalik melihat wanita itu. Dilihatnya wanita itu,
Marsha pun merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya ia rasakan rindu yang
teramat dalam di hatinya. Wanita didepannya itupun mulai meneteskan air mata.
Perlahan – lahan wanita itu menghampiri Marsha. Saat jarak mereka telah cukup
dekat wanita itu lalu memeluk Marsha. Itu adalah pelukan pertama yang ia terima
setelah kepergian Neneknya.
“ Marsha... kamu sudah besar
nak...” lirih wanita itu kembali. Tanpa sadar butiran kristal bening meleh di
ujung pelupuk mata Marsha. Ia tak kuasa menahan tangisnya ketika mendengar
ucapan wanita didepanya. Wanita yang selama ini telah menyia – nyiakan dirinya
dan Mikha. Ingin rasanya ia mengeluarkan seluruh perasaan yang selama ini ia
pendam dalam hatinya. Segala amarah dan luka hatinya ingin ia tumpah saat itu juga.
Namun, tubuhnya telah beku
dalam pelukan hangat wanita di depannya itu. Ia tak mampu menggerakkan tubuhnya
bahkan hanya untuk seujung jaripun. Ia tak dapat memungkiri bahwa ia juga
merindukan orang tuanya. Rasa rindunya bahkan melebihi apa yang Mikha rasakan.
Setelah wanita itu melepaskan pelukannya. Ia pun membawa Marsha ketempat Mikha.
wanita itu memindahkan ruangan Mikha agar ia merasa nyaman berada di rumah
sakit. Dan agar ia dapat segera sembuh.
Wanita itupun memperkenalkan
dirinya dihadapan Marsha dan Mikha. Wanita itu bernama Marina. Ia adalah anak
tunggal dari Nenek Melati sekaligus ibu dari Marsha dan Mikha. Ia pun
menceritakan alasan mengapa dirinya dahulu meninggalkan Marsha dan Mikha
dirumah Nenek Melati.
Setelah bercerita cukup lama,
ia pun mengajak Marsha dan Mikha untuk tinggal bersama dirumah wanita itu.
Mikha menyambut baik ajakan wanita itu. Ia sangat senang karena akhirnya dapat
bertemu dan berkumpul lagi dengan orang tuanya. Namun tidak demikian dengan
Marsha. Ia menolak untuk tinggal bersama dengan orang tuanya. Ia lebih memilih
untuk tinggal dirumah yang selama ini ia tinggali bersama Nenek Melati.
“Kenapa Sha? Kenapa lo nggak
mau tinggal bareng sama mama?” tanya Mikha pada Marsha. Marsha hanya terdiam
menanggapi pertanyaan Mikha. “kalo lo mau tinggal bareng sama mama nggak apa –
apa kok Ka.” Jawab Marsha. “ mama tau kamu masih marah sama mama Marsha, tapi
kamu nggak seharusnya bersikap begini terhadap mama, bagaimanapun juga mama
tetap mama kandung kamu.” Ucap mamanya. “ ini nggak ada hubungannya soal itu,
aku cuma nggak bisa tinggal bareng sama mama.” Jawab Marsha. “tapi kenapa Sha?”
“maaf Ka, tapi gue bener – bener nggak bisa tinggal bareng lo sama mama.” Jawab
Marsha bersikeras. “ Marsha tolong maafkan mama nak...” pinta mamanya. “ maaf
ma... tapi aku bener – bener nggak bisa.” Jawab Marsha sedikit pelan. Matanya
mulai penuh dengan butiran kristal cair yang mengalir ke pipinya. “ Marsha...”
“maaf, tapi aku bener – bener nggak bisa.” Jawab Marsha.
Lalu ia pun meninggalkan
ruangan tempat Mikha di rawat. Ia berlari keluar rumah sakit dengan air mata
yang mengalir di pipinya. Ia tak memperdulikan suara mamanya yang terus menerus
memanggil namanya dari belakang. Iapun tak memperdulikan orang – orang yang
terus memperhatikannya dengan tatapan aneh. Ia terus berlari hingga sampai di
pinggir jalan raya.
Saat ia menyebrang jalan dari
arah kanannya sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudi truk itu
kaget saat melihat Marsha berada di tengah jalan raya. Pengemudi truk itu
langsung menginjak rem truknya kuat – kuat. Namun kecepatan truk yang sangat
tinggi membuat truk tidak dapat berhenti tepat waktu. Truk itu menabrak Marsha
yang tengah menyebrang jalan. Tabrakan yang begitu keras sanggup melemparkan tubuh Marsha sejauh 5
meter dari tempatnya berdiri.
Pengemudi truk yang menabrak
Marsha langsung melarikan diri begitu mengetahui kalau dirinya telah menabrak
seseorang hingga mengakibatkan orang tersebut terluka. Mamanya yang melihat hal
tersebut sontak berteriak sangat kencang hingga membuat semua orang yang
mendengarnya datang menuju ke sumber suara tadi. Mikha yang berada di ruang
perawatan merasakan sakit pada sekujur
tubuhnya bersamaan dengan peristiwa kecelakaan yang dialami oleh Marsha.
Tubuhnya terasa seperti habis dilemparkan dengan sangat kencang dan mendarat
pada tempat yang amat keras. Sementara
itu, Marsha segera di larikan ke UGD untuk mendapatkan penanganan medis.
Dokter segera mengobati luka
yang di derita oleh Marsha. Beruntung luka yang di derita Marsha tidak terlalu
parah. Namun kondisi Marsha terus menerus memburuk mebuat dokter belum bisa
bernafas lega. Setelah selama satu jam berada di ruang gawat darurat. Akhirnya
nyawa Marsha tidak dapat di selamatkan. Jantungnya tiba – tiba berhenti begitu
saja tanpa sebab. Dokter yang menanganinya pun tidak dapat menjelaskan hal yang
terjadi pada Marsha. Air mata mamanya langsung pecah ketika mengetahui bahwa
nyawa Marsha tidak tertolong. Air matanya tak henti – hentinya mengalir bersama
dengan rasa sakit dihatinya.
Baru saja ia di pertemukan
dengan kedua putrinya. Namun kini ia harus berpisah dengan salah satu dari
mereka bahkan sebelum ia dapat menebus kesalahannya di masa lalu. Sore itu pula
jenazah Marsha di makamkan. Semua teman ikut mengantar kepergian Marsha ke
pangkuan Yang Maha Kuasa. Tak terkecuali Mikha yang tengah dirawat di rumah
sakit juga ikut hadir dalam pemakaman Marsha. Air mata seluruh teman mengalir
mengantar kepergian Marsha. Mereka semua merasakan kehilangan yang teramat
besar. Di mata seluruh teman, Marsha adalah sosok yang baik hati, ringan tangan
dan sangat peduli terhadap semua temannya. Di mata Mikha sendiri, Marsha
merupakan sosok pelindung bagi dirinya. ia yang selalu ada disamping baik suka
maupun duka. Ia yang selalu menjadi sandaran Mikha saat lelah menghadapi segala
permasalahan. Ia adalah sosok yang selalu menopang hidup Mikha.
Sore itu, langit yang tadinya
cerah berubah menjadi kelabu. Perlahan – lahan tetes air hujan turun membasahi
bumi. Semakin lama semakin deras membasahi bumi. Langit seolah ikut merasa
kehilangan atas sosok perempuan yang penuh dengan kasih sayang kepada dunia.
Waktu itu senja kelabu menandai kepergian seorang anak manusia yang kembali
pada penciptanya.
Tiga bulan setelah kepergian
Marsha. Mikha kembali ke rumah yang dahulu mereka tempati. Rumah itu kini penuh
dengan rumput ddan tanaman liar yang merambat menutupi dinding dan jendela
rumah itu. Berbeda sekali dengan saat masih ia tempati bersama Marsha dan Nenek
Melati.
Iapun masuk kekamar yang dulu
ia tempati bersama Marsha. tempat itu kini telah penuh dengan debu. Dinding
yang dulu penuh gambar kini telah penuh dengan sarang laba – laba. Mikha
kemudian menuju tempat tidur Marsha. Di bersihkannya debu yang menyelimuti
boneka Marsha. Ia pun memeluk erat boneka milik Marsha. Berharap dapat merasakan
kasih sayang Marsha yang tersisa darinya. Kemudian diambilnya bantal milik
Marsha. Saat diangkat, ia menemukan tumpukan surat berwarna biru. Dibukanya
satu per satu surat itu dan dibacanya.
Air matanya mulai menetes saat
ia membaca kata demi kata yang tertulis di dalamnya. Surat itu berisi perasaan
Marsha yang ia pendam selama ini. Semua rasa sakit, marah, rindu yang ia
rasakan. Semua tertulis dengan jelas pada tiap – tiap kata dalam surat itu.
Marsha yang selama ini dikiranya begitu kuat. Ternyata adalah seorang yang
teramat rapuh. Hatinya telah banyak tersakiti oleh segala perbuatan yang
dilakukan oleh orang – orang di sekitarnya. Namun ia mencoba untuk tetap tegar
menghadapi semua itu demi seseorang. Seseorang yang tidak lain adalah Mikha. Ia
berusaha selalu terlihat tegar dihadapan Mikha agar Mikha dapat bertahan
menghadapi segala permasalahannya.Lalu Mikha pun kembali dari rumah itu dengan
membawa surat – surat yang selama ini ditulis oleh Marsha.
Kini delapan tahun telah
berlalu semenjak kepergian Marsha. Hari ini adalah hari pernikahan Mikha dengan
lelaki yang telah dipilihnya sebagai imam untuk keluarganya kelak. Di kamarnya,
Mikha tengah bersiap – siap untuk menghadiri akad nikahnya. Dibantu oleh
seorang penata rias yang tak lain adalah Bi Minah ia mulai merias wajahnya yang
masih polos hingga menjadi sempurna pada akad nikahnya kali ini. Saat Bi Minah
sibuk menata rambutnya ia kembali membaca surat yang ditinggalkan Marsha
delapan tahun yang lalu. Lalu ia beralih menatap foto usang yang dahulu ditemukan
Marsha di rumahnya dulu.
Ia lalu membalik foto itu dan
kembali membaca kalimat yang tertulis di atasnya. Pada foto itu tertulis ‘jangan
pernah lari dari permasalahan, tapi hadapilah permasalahan itu dengan
senyuman’. Itu adalah kalimat yang ditulis oleh Marsha delapan tahun yang
lalu. Marsha berharap agar kelak foto dan kalimat itu dapat menjadi jimat bagi
Mikha saat ia tengah mengalami kesulitan. Sama dengan apa yang di lakukan oleh
Marsha.
Setelah Bi Minah selesai
menata rambutnya. Mikha pun keluar untuk menemui calon suaminya yang telah
berada di ruang tamu untuk melangsungkan akad nikah. Mikha akan menikah dengan Dodi,
temannya sewaktu ia masih duduk dibangku SMP bersama dengan Marsha. setelah
melangsungkan akad nikah. Maka resmilah mereka sebagai sepasang suami istri
yang sah dimata agama dan hukum.