Sabtu, 30 Maret 2013

white love


Fajar telah terbit diiringi oleh suara ayam berkokok menandakan dimulainya hari. Di rumah yang terletak di suatu kompleks perumahan, bangunlah seorang perempuan. Perempuan cantik bermata sendu dan berambut hitam panjang dengan senyuman di wajahnya. Wajahnya yang masih terlihat lusuh karena baru saja terbangun tak mengurangi kecantikan yang terpancar dari wajah innocent-nya itu.
Sejenak ia meregangkan tubuhnya ia pun bangkit dan menuju sebuah lemari yang tepat berada di depan tempat tidurnya. Ia membuka satu pintu lemari itu dan mengambil sebuah kotak besar berwarna putih. Tutupnya di hiasi oleh pita berbentuk seperti bunga. Ia pun membuka kotak itu secara perlahan dan diambilnya sebuah gaun berwarna putih sederhana dihiasi rangkaian bunga pada bagian bawahnya menjadikan gaun tersebut begitu indah.
dicobanya gaun tersebut di depan cermin. Namun yang terlihat di kaca bukanlah dirinya, akan tetapi sesosok wanita yang serupa dengannya. Wanita itu terlihat begitu cantik mengenakan gaun yang sedang di kenakannya. Bagaikan seorang putri yang sangat cantik.  Namun lambat laun gambaran wanita itu menjadi kabur dan akhirnya menghilang. “ Marsha!!! “   Teriak Mikha saat ia terbangun dari tidurnya. Mukanya terlihat pucat dengan keringat dingin yang keluar dari sekujur tubuhnya. Tenyata hal yang dialaminya barusan hanyalah mimpi. Ia pun menuju lemari yang berada tepat di depan tempat tidurnya. Ia ambil sebuah kotak besar berwarna putih dengan pita yang berbentuk seperti bunga, tepat seperti apa yang ia lakukan dalam mimpinya. Ia pun mengambil gaun yang berada di dalamnya dan ia coba di depan cermin. Tiba - tiba butiran – butiran kristal cair meleleh dari ujung mata cantiknya. Hatinya kini terasa ngilu setelah ia mengalami mimpi barusan. Ia teringat kepada saudara kembarnya Marsha. Selama ini ia tak pernah berani menatap cermin. Ia tak mampu menatap wajahnya sendiri. Wajah yang terus mengingatkannya pada saudara kembarnya.
Seketika itu pikirannya melayang membawanya kembali ke masa lalunya. Masa – masa indah yang ia kira takkan pernah berakhir. Mikha adalah anak yang dibesarkan tanpa kasih sayang orang tuanya. Ia dan saudara kembarnya, Marsha, dibesarkan oleh neneknya yang bernama Melati. Mereka hanya tinggal berlima dengan seorang pembantu bernama Minah dan tukang kebun yang merangkap sebagai satpam bernama Made. Meskipun hanya tinggal belima namun hidup mereka sangat bahagia. Tak pernah sekalipun Marsha dan Mikha menanyakan keberadaan orang tua mereka pada neneknya. Karena bagi mereka Nenek Melati sudah seperti seorang ibu yang sangat menyayangi mereka.
Hari itu adalah satu hari sebelum hari kelulusan mereka dari Sekolah Menengah Pertama atau SMP. Hari itu Marsha, Mikha, dan Nenek Melati berkumpul di ruang tengah sambil menonton televisi seperti biasanya. Mikha mengawali pembicaraan “ Nek, besok kan acara kelulusan Mikha dan Marsha, nenek mau tidak datang ke sekolah sebagai wali Mikha dan Marsha besok?.” Nenek Melati tidak langsung menjawab pertanyaan dari cucunya. Suasana tiba – tiba berubah menjadi hening. Marsha yang sedari tadi menatap layar televisi sambil memakan makanan kecil hanya melirik sedikit kepada Mikha. “ehm!” Suara Nenek Melati memecahkan keheningan yang sedari tadi dirasakan oleh kedua cucunya itu. “ tentu saja nenek akan datang ke acara kelulusan cucu nenek, mana mungkin nenek melewatkan acara yang teramat penting bagi kedua cucu nenek” jawab Nenek Melati sambil tersenyum.
Seketika Marsha dan Mikha melompat dan ber – ­high five. mereka bersama – sama memeluk Nenek Melati. “ makasih Nek!” ucap mereka bersama – sama. Nenek melati menyuruh mereka untuk segera tidur agar besok mereka bisa bangun pagi untuk menghadiri acara bersejarah bagi mereka. Mikha dan Marsha tidur dalam satu kamar dengan sebuah tirai besar di tengah – tengahnya yang membagi kamar mereka menjadi dua sisi.
 Dinding sisi kanan kamar itu menyerupai padang rumput. Dengan stiker berbentuk bunga dan kupu – kupu menjadikan sisi kanan kamar itu bak padang rumput sungguhan. Pada langit – langitnya tergantung sebuah lampion berwarna kuning yang bersinar bagaikan sinar matahari pada malam harinya. Ditengah – tengahnya terdapat sebuah tempat tidur yang di apit oleh lemari pakaian dan sebuah laci berwarna putih. Di tengah tempat tidur itu terdapat sebuah boneka beruang berwarna pink yang bertuliskan Mikha.
Dinding kiri kamar itu berwarna biru langit dengan beraneka macam hiasan khas langit. pada langit – langitnya terdapat gambar bintang yang dapat bersinar saat gelap layaknya bintang di langit. Di tempat tidurnya terdapat sebuah boneka berbentuk awan besar yang bertuliskan Marsha di tengahnya.
Setelah merebahkan diri di tempat tidur masing – masing. Mikha dan Marsha bersiap untuk tidur. Namun sampai jam menunjukkan pukul 22.15 Mikha masih belum juga memejamkan matanya. Pikirannya masih penuh dengan segala macam pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Lalu ia pun pergi ke tempat tidur Marsha siapa tahu ia dapat memberikan jawaban yang ia butuhkan. Saat ia sampai di tempat tidur Marsha, dilihatnya orang yang ia cari tengah tertidur dengan lelapnya. “ Sha... bangun dong! Gue nggak bisa tidur nih!” ucap Mikha sambil menggoyang – goyangkan tubuh Marsha. Namun Marsha sama sekali tak bergerak dari tempat tidurnya.“Sha... ayo dong Sha, bangun... gue mau cerita nih...” panggil Mikha pada Marsha. ‘Mungkin ia kelelahan setelah seharian tadi membantu menghias dekorasi panggung untuk kelulusan besok’ batin Mikha. Ia pun membatalkan usahanya untuk membangunkan Marsha.
Saat ia hendak kembali ke tempat tidurnya, ia menyenggol tumpukan buku di atas laci dan membuat buku yang tertata rapi diatasnya berserakan. Saat Mikha hendak membereskannya ia menemukan selembar foto yang sudah usang. Foto itu berisi sepasang suami istri yang tengah menggendong dua bayi kembar. Mereka berfoto tepat di depan rumah yang sekarang ditinggali oleh Mikha dan Marsha. “ emh... ka! Lo ngapain di tempat tidur gue?” tanya Marsha yang masih setengah mengantuk. Rupanya ia terbangun oleh suara buku yang terjatuh dari laci mejanya.
“eh... nggak ngapa – ngapain kok” jawab Mikha yang terkejut oleh Marsha. “ gue Cuma nggak bisa tidur, makannya tadi gue coba bangunin elo. Eh, elonya nggak bisa bangun. Ya udah gue mau balik. Pas gue balik buku – buku lo jatuh. gue nemuin ini. ini foto siapa Sha?” tanya Mikha sambil menunjukkan foto yang ia temukan di antara buku – buku Marsha.
Saat Marsha melihat foto itu ia langsung mengambilnya dari tangan Mikha. “ eh, foto ini... ini bukan apa – apa kok ka, Cuma foto lama yang gue temuin di gudang belakang.” Jawab Marsha dengan  gugup. “ tapi Sha, di foto ini kok ada anak kembarnya ya Sha... apa jangan – jangan ini foto kita sama orang tua kita Sha?” tanya Mikha pada Marsha. “nggak! Itu nggak mungkin ka... lo denger sendiri kan dulu nenek bilang apa? Nggak mungkin mereka orang tua kita.” Ucap Marsha dengan nada lebih tinggi. “ tapi Sha... kalo mereka bukan orang tua kita terus mereka siapa? Lihat Sha... mereka menggendong dua orang bayi kembar, dan mereka perempuan. Mereka itu pasti kita Sha...” jawab Mikha dengan nada yang tidak kalah tingginya. “ dari mana lo tau kalo itu orang tua kita? Dari mana lo tau kalo bayi yang mereka gendong itu kita? Lo tau dari mana ka?” tanya Marsha lagi. “ gue emang nggak tau tapi siapa lagi yang kembar dirumah ini selain kita Sha? Nggak ada kan? Jadi siapa lagi yang ada di foto itu kalo bukan kita?” tanya Mikha.
“ udah, gue nggak mau  ribut malem – malem gini. Besok kita ada acara penting. Gue mau tidur. Lo juga ka... lebih baik lo cepet tidur.” Jawab Marsha. Sebenarnya ia ingin meyakinkan Mikha kalau foto itu bukanlah foto kedua orang tua mereka. Namun ia mengurungkan niatnya ketika melihat Mikha hampir meneteskan air mata karena ucapannya tadi. Ia paling tidak bisa melihat kembarannya itu menangis, tapi ia juga tidak bisa membiarkan Mikha tau yang sebenarnya tentang foto itu.
“ gue Cuma kangen sama ibu dan ayah Sha...apa lo nggak kangen sama mereka?” ucap Mikha dengan air mata yang mengalir di pipinya. “ gimana gue bisa kangen sama mereka? Liat wajah mereka aja nggak pernah.” Jawab Marsha. “ tapi Sha... apa lo nggak pengen ketemu sama mereka?” tanya Mikha kembali. “ nggak! Gue nggak bakal mau ketemu sama orang yang udah ngebuang kita waktu kita masih bayi. Mereka itu tega sama kita. Untung dulu ada Nenek Melati yang mau ngambil kita. Kalo nggak kita pasti udah tinggal di panti asuhan.” Jawab Marsha dengan ketus.
“ gue pengen banget ketemu sama mereka Sha... gue pengen tau alasan mereka ngebuang kita waktu kecil. Dan kenapa mereka nggak pernah nyari kita selama ini.” Kata Mikha lagi. Air matanya semakin deras membasahi pipinya. Namun baginya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Di sisi lain air mata Marsha pun hampir pecah dengan pertanyaan yang terlontar dari Mikha. Namun ia tidak dapat menghentikan Mikha untuk terus bertanya padanya tentang orang tua mereka. Ia juga tidak dapat menunjukkan air matanya pada Mikha.
“ udah... sementara lupain soal mereka dulu. Besok kita ada acara penting. Nenek kan udah bilang kita harus cepet tidur biar besok kita bisa bangun pagi.” kata Marsha. Lalu mereka pun pergi tidur. Keesokan harinya Mikha dan Marsha pergi kesekolah pagi – pagi untuk menghadiri acara kelulusan mereka. Sebelum berangkat kesekolah mereka merias terlebih dahulu wajah mereka. Karena ini merupakan acara kelulusan mereka, diharuskan mengenakan kebaya dan merias wajah mereka agar terlihat lebih cantik. Alhasil, Marsha yang tidak biasa memakai riasan harus merelakan wajahnya untuk dijadikan percobaan bagi Bi Minah untuk mencoba kembali kemampuannya untuk merias. Maklum saja, dulu di kampungnya Bi Minah adalah seorang perias pengantin yang sangat handal.
Kemampuannya dalam merias telah terkenal sampai keluar kampugnya.  Marsha harus pasrah mengikuti segala perintah dari Bi Minah agar wajahnya dapat dirias dengan baik. Disebelahnya Mikha dan Nenek Melati hanya tertawa kecil melihat Marsha harus mengalami penderitaan paling pedih dalam hidupnya yakni dirias wajahnya oleh Bi Minah. Ternyata hasilnya tidak mengecewakan. Setelah dirias oleh Bi Minah Marsha terlihat begitu cantik seperti seorang mempelai wanita yang akan segera menikah.
Berikutnya giliran Mikha yang dirias oleh Bi Minah. Tidak perlu waktu lama bagi Bi Minah untuk merias Mikha. Karena memang pada dasarnya wajah Mikha sudah cantik. Jadi walaupun tidak memakai riasan pun ia sudah terlihat begitu cantik. Apalagi jika wajah cantiknya itu dirias, maka wajahnya akan terlihat semakin cantik. Setelah selesai Marsha dan Mikha pun berangkat kesekolah dengan diantar oleh pak Made.
Baru saja mereka tiba di sekolah Marsha mendapatkan telepon dari Bi Minah kalau Nenek terkena serangan jantung dan dirawat di rumah sakit. Segera mereka berdua menuju rumah sakit tempat Nenek melati dirawat. Sesampainya mereka disana Bi Minah bersama pak Made yang sudah lebih dulu sampai di rumah sakit. Mereka masih menunggu pemeriksaan dari dokter mengenai kondisi Nenek Melati.
Setelah menunggu cukup lama, dokter akhirnya keluar dari ruangan Nenek Melati. “bagaimana keadaan nenek dok?”  tanya Marsha pada dokter tersebut. “penyakit yang beliau derita sudah sangat parah, jadi maaf... beliau tidak dapat kami selamatkan” jawab dokter yang menangani Nenek Melati. Air mata Marsha dan Mikha Seketika itu pula pecah, mereka benar – benar terpukul ketika mendengar bahwa Nenek Melati telah meninggal dunia. Tiba – tiba saja Mikha jatuh pingsan. Nampaknya ia sangat terpukul dengan kepergian Nenek Melati yang begitu mendadak.
Seharusnya hari ini menjadi hari paling membahagiakan bagi keluarga mereka. Karena hari ini Marsha dan Mikha akan lulus dari SMP dan akan melanjutkan ke SMA. Justru menjadi hari penuh duka. Karena Nenek yang sangat mereka sayangi harus pergi meninggalkan mereka. Ditambah lagi Mikha yang ternyata menderita penyakit yang sama dengan yang diderita Nenek mereka, yakni kelainan jantung bawaan sejak lahir. Dokter menyarankan agar untuk sementara Mikha di rawat di rumah sakit dahulu sampai keadaannya membaik.
Hari itu juga dilaksanakan proses pemakaman jenazah Nenek Melati. Belum juga kesedihan Marsha reda atas duka yang ia rasakan kini ia harus kembali menelan kesedihan karena Bi Minah dan Pak Made harus kembali ke kampung halamannya untuk mencari pekerjaan yang lain. Kini hanya tinggal dirinya dan Mikha sendirian yang menempati dan mengurus rumah peninggalan almarhum suami Nenek Melati yang kini mereka tinggali. Apalagi ditambah dengan Mikha yang kini tengah terbaring di rumah sakit. Kini hanya tinggal Marsha seorang diri. Kini ialah yang harus menggantikan sosok Nenek Melati sebagai tulang punggung keluarga.
Pagi – pagi buta Marsha telah bangun untuk membersihkan rumahnya. Mulai dari menyapu,  mengepel lantai, menyiram tanaman, memotong rumput dan lain – lain. ia pergi ke dapur untuk memasak sarapan untuk dirinya. Setelah selsai sarapan ia segera bergegas pergi untuk mulai mencari pekerjaan. Selama seharian mencari, belum juga mendapat pekerjaan. Akhirnya ia memutuskan   pergi ke rumah sakit untuk menengok keadaan Mikha.
Saat ia sampai di rumah sakit dilihatnya Mikha tengah tertidur lelap di ruangannya. Tubuhnya terlihat begitu lemah dengan selang infus menempel di lengan kirinya.  Pada matanya masih terlihat sisa – sisa  air mata yang mengering bekas kemarin. Marsha pun duduk di sebelah tempat tidur Mikha. Hatinya sakit melihat keadaan Mikha yang tengah terbaring lemah seperti itu. Dibalik selimut Mikha, Marsha menemukan foto yang kemarin ia temukan di gudang. ‘ kenapa ini bisa disini?’ batin Marsha. Ia pun teringat akan pertengkarannya dengan Mikha kemarin malam.
Mikha benar – benar merindukan orang tua mereka. Apalagi dengan kepergian Nenek Melati, sekarang mereka telah kehilangan sosok orang tua yang sangat mereka sayangi. Ditambah lagi dengan kepergian Bi Minah dan Pak made.
Marsha pun mengambil foto itu dan langsung pergi meninggal Mikha sendirian di ruangannya. Ia berniat untuk mencari keberadaan suami istri di foto itu. Sekarang ini rasa sayangnya pada Mikha telah mengalahkan rasa bencinya pada orang tua yang telah menyia – nyiakan dirinya dan saudara kembarnya itu.
Ia pun pergi untuk mencari alamat yang tertera pada foto lama tersebut. Teriknya matahari dan keringnya udara yang ia hirup tak mengurangi semangatnya untuk mencari kedua orang tuanya. Semua ini ia lakukan demi Mikha. Selama seharian ia mencari keberadaan alamat yang terdapat dalam foto itu. Namun selama itu pula ia tak menemukan sedikitpun petunjuk tentang keberadaan mereka.
Setelah seharian lelah mencari, ia pun kembali ke rumah sakit untuk menengok keadaan Mikha. Sesampainya ia di ruangan tempat Mikha dirawat, ia menemukan ruangan itu telah tertata rapi dan ia juga tak menemukan keberadaan saudara kembarnya itu. Saat ia hendak keluar dari dari ruangan itu ia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya. “ Marsha...” lirih perempuan itu.
Seketika itu Marsha menghentikan langkahnya dan berbalik melihat wanita itu. Dilihatnya wanita itu, Marsha pun merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya ia rasakan rindu yang teramat dalam di hatinya. Wanita didepannya itupun mulai meneteskan air mata. Perlahan – lahan wanita itu menghampiri Marsha. Saat jarak mereka telah cukup dekat wanita itu lalu memeluk Marsha. Itu adalah pelukan pertama yang ia terima setelah kepergian Neneknya.
“ Marsha... kamu sudah besar nak...” lirih wanita itu kembali. Tanpa sadar butiran kristal bening meleh di ujung pelupuk mata Marsha. Ia tak kuasa menahan tangisnya ketika mendengar ucapan wanita didepanya. Wanita yang selama ini telah menyia – nyiakan dirinya dan Mikha. Ingin rasanya ia mengeluarkan seluruh perasaan yang selama ini ia pendam dalam hatinya. Segala amarah dan luka hatinya  ingin ia tumpah saat itu juga.
Namun, tubuhnya telah beku dalam pelukan hangat wanita di depannya itu. Ia tak mampu menggerakkan tubuhnya bahkan hanya untuk seujung jaripun. Ia tak dapat memungkiri bahwa ia juga merindukan orang tuanya. Rasa rindunya bahkan melebihi apa yang Mikha rasakan. Setelah wanita itu melepaskan pelukannya. Ia pun membawa Marsha ketempat Mikha. wanita itu memindahkan ruangan Mikha agar ia merasa nyaman berada di rumah sakit. Dan agar ia dapat segera sembuh.
Wanita itupun memperkenalkan dirinya dihadapan Marsha dan Mikha. Wanita itu bernama Marina. Ia adalah anak tunggal dari Nenek Melati sekaligus ibu dari Marsha dan Mikha. Ia pun menceritakan alasan mengapa dirinya dahulu meninggalkan Marsha dan Mikha dirumah Nenek Melati.
Setelah bercerita cukup lama, ia pun mengajak Marsha dan Mikha untuk tinggal bersama dirumah wanita itu. Mikha menyambut baik ajakan wanita itu. Ia sangat senang karena akhirnya dapat bertemu dan berkumpul lagi dengan orang tuanya. Namun tidak demikian dengan Marsha. Ia menolak untuk tinggal bersama dengan orang tuanya. Ia lebih memilih untuk tinggal dirumah yang selama ini ia tinggali bersama Nenek Melati.
“Kenapa Sha? Kenapa lo nggak mau tinggal bareng sama mama?” tanya Mikha pada Marsha. Marsha hanya terdiam menanggapi pertanyaan Mikha. “kalo lo mau tinggal bareng sama mama nggak apa – apa kok Ka.” Jawab Marsha. “ mama tau kamu masih marah sama mama Marsha, tapi kamu nggak seharusnya bersikap begini terhadap mama, bagaimanapun juga mama tetap mama kandung kamu.” Ucap mamanya. “ ini nggak ada hubungannya soal itu, aku cuma nggak bisa tinggal bareng sama mama.” Jawab Marsha. “tapi kenapa Sha?” “maaf Ka, tapi gue bener – bener nggak bisa tinggal bareng lo sama mama.” Jawab Marsha bersikeras. “ Marsha tolong maafkan mama nak...” pinta mamanya. “ maaf ma... tapi aku bener – bener nggak bisa.” Jawab Marsha sedikit pelan. Matanya mulai penuh dengan butiran kristal cair yang mengalir ke pipinya. “ Marsha...” “maaf, tapi aku bener – bener nggak bisa.” Jawab Marsha.
Lalu ia pun meninggalkan ruangan tempat Mikha di rawat. Ia berlari keluar rumah sakit dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ia tak memperdulikan suara mamanya yang terus menerus memanggil namanya dari belakang. Iapun tak memperdulikan orang – orang yang terus memperhatikannya dengan tatapan aneh. Ia terus berlari hingga sampai di pinggir jalan raya.
Saat ia menyebrang jalan dari arah kanannya sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi. Pengemudi truk itu kaget saat melihat Marsha berada di tengah jalan raya. Pengemudi truk itu langsung menginjak rem truknya kuat – kuat. Namun kecepatan truk yang sangat tinggi membuat truk tidak dapat berhenti tepat waktu. Truk itu menabrak Marsha yang tengah menyebrang jalan. Tabrakan yang begitu keras  sanggup melemparkan tubuh Marsha sejauh 5 meter dari tempatnya berdiri.
Pengemudi truk yang menabrak Marsha langsung melarikan diri begitu mengetahui kalau dirinya telah menabrak seseorang hingga mengakibatkan orang tersebut terluka. Mamanya yang melihat hal tersebut sontak berteriak sangat kencang hingga membuat semua orang yang mendengarnya datang menuju ke sumber suara tadi. Mikha yang berada di ruang perawatan merasakan  sakit pada sekujur tubuhnya bersamaan dengan peristiwa kecelakaan yang dialami oleh Marsha. Tubuhnya terasa seperti habis dilemparkan dengan sangat kencang dan mendarat pada tempat yang amat keras.  Sementara itu, Marsha segera di larikan ke UGD untuk mendapatkan penanganan medis.
Dokter segera mengobati luka yang di derita oleh Marsha. Beruntung luka yang di derita Marsha tidak terlalu parah. Namun kondisi Marsha terus menerus memburuk mebuat dokter belum bisa bernafas lega. Setelah selama satu jam berada di ruang gawat darurat. Akhirnya nyawa Marsha tidak dapat di selamatkan. Jantungnya tiba – tiba berhenti begitu saja tanpa sebab. Dokter yang menanganinya pun tidak dapat menjelaskan hal yang terjadi pada Marsha. Air mata mamanya langsung pecah ketika mengetahui bahwa nyawa Marsha tidak tertolong. Air matanya tak henti – hentinya mengalir bersama dengan rasa sakit dihatinya.
Baru saja ia di pertemukan dengan kedua putrinya. Namun kini ia harus berpisah dengan salah satu dari mereka bahkan sebelum ia dapat menebus kesalahannya di masa lalu. Sore itu pula jenazah Marsha di makamkan. Semua teman ikut mengantar kepergian Marsha ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Tak terkecuali Mikha yang tengah dirawat di rumah sakit juga ikut hadir dalam pemakaman Marsha. Air mata seluruh teman mengalir mengantar kepergian Marsha. Mereka semua merasakan kehilangan yang teramat besar. Di mata seluruh teman, Marsha adalah sosok yang baik hati, ringan tangan dan sangat peduli terhadap semua temannya. Di mata Mikha sendiri, Marsha merupakan sosok pelindung bagi dirinya. ia yang selalu ada disamping baik suka maupun duka. Ia yang selalu menjadi sandaran Mikha saat lelah menghadapi segala permasalahan. Ia adalah sosok yang selalu menopang hidup Mikha.
Sore itu, langit yang tadinya cerah berubah menjadi kelabu. Perlahan – lahan tetes air hujan turun membasahi bumi. Semakin lama semakin deras membasahi bumi. Langit seolah ikut merasa kehilangan atas sosok perempuan yang penuh dengan kasih sayang kepada dunia. Waktu itu senja kelabu menandai kepergian seorang anak manusia yang kembali pada penciptanya.
Tiga bulan setelah kepergian Marsha. Mikha kembali ke rumah yang dahulu mereka tempati. Rumah itu kini penuh dengan rumput ddan tanaman liar yang merambat menutupi dinding dan jendela rumah itu. Berbeda sekali dengan saat masih ia tempati bersama Marsha dan Nenek Melati.
Iapun masuk kekamar yang dulu ia tempati bersama Marsha. tempat itu kini telah penuh dengan debu. Dinding yang dulu penuh gambar kini telah penuh dengan sarang laba – laba. Mikha kemudian menuju tempat tidur Marsha. Di bersihkannya debu yang menyelimuti boneka Marsha. Ia pun memeluk erat boneka milik Marsha. Berharap dapat merasakan kasih sayang Marsha yang tersisa darinya. Kemudian diambilnya bantal milik Marsha. Saat diangkat, ia menemukan tumpukan surat berwarna biru. Dibukanya satu per satu surat itu dan dibacanya.
Air matanya mulai menetes saat ia membaca kata demi kata yang tertulis di dalamnya. Surat itu berisi perasaan Marsha yang ia pendam selama ini. Semua rasa sakit, marah, rindu yang ia rasakan. Semua tertulis dengan jelas pada tiap – tiap kata dalam surat itu. Marsha yang selama ini dikiranya begitu kuat. Ternyata adalah seorang yang teramat rapuh. Hatinya telah banyak tersakiti oleh segala perbuatan yang dilakukan oleh orang – orang di sekitarnya. Namun ia mencoba untuk tetap tegar menghadapi semua itu demi seseorang. Seseorang yang tidak lain adalah Mikha. Ia berusaha selalu terlihat tegar dihadapan Mikha agar Mikha dapat bertahan menghadapi segala permasalahannya.Lalu Mikha pun kembali dari rumah itu dengan membawa surat – surat yang selama ini ditulis oleh Marsha.
Kini delapan tahun telah berlalu semenjak kepergian Marsha. Hari ini adalah hari pernikahan Mikha dengan lelaki yang telah dipilihnya sebagai imam untuk keluarganya kelak. Di kamarnya, Mikha tengah bersiap – siap untuk menghadiri akad nikahnya. Dibantu oleh seorang penata rias yang tak lain adalah Bi Minah ia mulai merias wajahnya yang masih polos hingga menjadi sempurna pada akad nikahnya kali ini. Saat Bi Minah sibuk menata rambutnya ia kembali membaca surat yang ditinggalkan Marsha delapan tahun yang lalu. Lalu ia beralih menatap foto usang yang dahulu ditemukan Marsha di rumahnya dulu.
Ia lalu membalik foto itu dan kembali membaca kalimat yang tertulis di atasnya. Pada foto itu tertulis ‘jangan pernah lari dari permasalahan, tapi hadapilah permasalahan itu dengan senyuman’. Itu adalah kalimat yang ditulis oleh Marsha delapan tahun yang lalu. Marsha berharap agar kelak foto dan kalimat itu dapat menjadi jimat bagi Mikha saat ia tengah mengalami kesulitan. Sama dengan apa yang di lakukan oleh Marsha.
Setelah Bi Minah selesai menata rambutnya. Mikha pun keluar untuk menemui calon suaminya yang telah berada di ruang tamu untuk melangsungkan akad nikah. Mikha akan menikah dengan Dodi, temannya sewaktu ia masih duduk dibangku SMP bersama dengan Marsha. setelah melangsungkan akad nikah. Maka resmilah mereka sebagai sepasang suami istri yang sah dimata agama dan hukum.